Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding
dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran
seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran,
produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang
buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan
politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita
suatu negara.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada
sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan
perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha
kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping,
pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung
untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Masalah yang menerpa masyarakat dan pemerintah
bisa dikatakan tidak akan pernah usai. Permasalahan sosial, politik, ekonomi,
bahkan teknologi, semuanya masih berkelanjutan hingga kini. Ada satu
permasalahan yang menarik karena permasalahan tersebut belum terselesaikan
secara menyeluruh, yaitu permasalahan tentang pengangguran yang semakin
meningkat. Permasalahan ini tergolong kepada permasalahan sosial ekonomi.
Secara nasional, angka pengangguran di negeri ini memang sangat tinggi.
Permasalahan ini merupakan bom waktu bila tidak diselesaikan segera. Jumlah
angkatan kerja di Indonesia pada 2000 diperkirakan mencapai 96 juta orang. Pada
2001 jumlah penganggur mencapai 40,2 juta orang terdiri atas pengangguran
terbuka dan setengah penganggur. Angka ini akan terus membengkak sampai 2004.
Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya angka putus sekolah yang mencapai
1,7 juta orang. (Pikiran Rakyat, Senin 15 Agustus 2005).
Tingkat pengangguran di Indonesia semakin tinggi dikarenakan arus globalisasi
yang semakin pesat. Permasalahan tentang pengangguran sudah merajalela dari
masyarakat mampu sampai masyarakat yang kurang mampu. Pengangguran itu biasanya
mempunyai peluang untuk melakukan tindakan kriminal. Karena seseorang yang
menganggur itu sama dengan yang lainnya mempunyai suatu kebutuhan baik sandang,
pangan dan papan. Apabila kebutuhan itu belum terpenuhi, maka setiap orang akan
melakukan hal apapun agar segala sesuatu yang diinginkan tercapai. Apalagi
kebutuhan akan pangan yang tak ada kompromi, apapun akan dilakukan masyarakat
jika sudah dihadapkan kepada faktor kebutuhan tersebut.
Pengangguran merupakan keadaan dari seseorang yang mengalami hambatan dalam
usahanya untuk memperoleh pekerjaan. Pengangguran itu merupakan pemborosan
sumber daya dan potensi yang ada. Selain itu pengangguran juga merupakan beban
keluarga dan masyarakat serta merupakan sumber utama dari kemiskinan serta
dapat menghambat pembangunan nasional dalam jangka panjang.
Pembangunan nasional ke depan, sangat membutuhkan Sumber Daya Manusia yang
sehat secara mental dan fisik serta mempunyai keterampilan, keahlian dan
kekreatifan sehingga mampu membangun keluarga yang berkecukupan. Karena dari
keterampilan dan keahlian tersebut, setiap orang bisa menciptakan lapangan
kerja dan mempunyai penghasilan yang layak.
Masalah pengangguran tidak hanya menerpa masyarakat kalangan bawah saja.
Masyarakat yang dirasa berkecukupan pun mengalami permasalahan tersebut. Banyak
faktor yang mendukung terhadap permasalahan pengangguran, antara lain:
Faktor Kemiskinan.
Banyaknya jumlah pengangguran itu dari kalangan masyarakat miskin. Karena untuk
mendapatkan pekerjaan itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya: Di
suatu pabrik, untuk menjadi seorang karyawan di suatu pabrik tersebut, harus
”ada orang dalam” yang membantunya dan menjamin pekerjaan dapat diraih selain
itu juga orang yang ingin masuk pabrik tersebut harus memakai jasa seorang calo
dengan memberikan ”uang jerih payah”. Dan nominal uang tersebut tidak sedikit.
Kesimpulannya, orang yang tidak mempunyai uang, dia tidak bisa kerja.
Faktor Pendidikan.
Banyaknya anak putus sekolah juga merupakan salah satu faktor yang menunjang
pengangguran. Karena untuk bekerja di zaman sekarang, harus bisa calistung
(baca, tulis,hitung) minimal tamatan SLTP. Itupun hanya pekerjaan berkisar
Pembantu Rumah Tangga (PRT), Baby Sitter, dan lain-lain. Namun, di era
globalisasi sekarang sudah ada agen baby sitter dan PRT. Jadi semakin sulit
anak yang putus sekolah itu mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan layak.
Dari Pendidikan juga belum ada kurikulum yang mampu menciptakan dan
mengembangkan kemandirian Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan kebutuhan
dunia kerja.
Faktor Keahlian
Untuk zaman sekarang, diperlukan manusia yang kreatif dan inovatif. Meskipun
hanya lulusan SLTA, jika seseorang itu mempunyai keahlian dan keterampilan,
maka orang tersebut bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Contohnya: Membuat
kue, membuat prakarya, dan lain-lain.
Tetapi, masyarakat Indonesia pada umumnya malas untuk bekerja keras, bekerja
dari nol, maka karena itu pula pengangguran tercipta.
Faktor Budaya
Telah disebutkan bahwa sindrom pengangguran tidak hanya terjadi di kalangan
bawah saja. Namun, kalangan atas pun ada. Ini dikarenakan faktor budaya. Orang
yang senantiasa hidup berkecukupan, ingin memperoleh pekerjaan yang layak.
Sedangkan segala sesatu itu harus mengalami proses yang jelas. Kebanyakan dari
orang tersebut menginginkan kerja enak saja tanpa melakukan proses.
Faktor Pasaran
Kurangnya lapangan kerja, banyaknya masyarakat yang terkena PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) dikarenakan krisis ekonomi yang melanda negri ini, juga
rendahnya kualitas SDM yang kurang memenuhi standar di lapangan kerja tersebut.
Data menyebutkan bahwa ”Sejumlah 36,7 persen dari penganggur terbuka ini
berusia muda antara 15-24 tahun.” (Kompas, Sabtu 12 Februari 2005). Penganggur
usia muda ini seharusnya adalah generasi muda yang masih duduk di bangku
sekolah. Maka telah terbukti, pembangunan nasional di indonesia tergolong
sangat lamban.
Menteri Tenaga Kerja Bomer Pasaribu mengungkapkan, hingga 10 tahun mendatang
masalah pengangguran di Indonesia belum bisa dituntaskan, hanya bisa dikurangi.
Penciptaan lapangan kerja sekarang ini hanya berkisar 1,5 juta sampai dua juta
per tahun. Padahal di samping jumlah pengangguran sekitar 36 juta jiwa, setiap
tahun ada sebanyak 2,5 juta sampai 3,5 juta pekerja baru yang masuk pasar
tenaga kerja. (Kompas, Sabtu 24 Februari 2000).
Pengangguran terbuka bukanlah persoalan final yang mesti dihadapi. Masih ada
angka pengangguran setengah terbuka, yakni tenaga kerja yang bekerja kurang
dari 35 jam per bulan. Menurut prediksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) jumlah penganggur setengah terbuka tahun 2004 mencapai 28,93 juta orang
atau 27,5 persen dari total angkatan kerja. (Kompas, Sabtu 12 Februari 2004).
Permasalahan pengangguran ini berdampak buruk bagi pemerintah. Karena
menghambat program pemerintah dalam pemerataan pembangunan, juga menghambat
program pemerintah untuk memakmurkan bangsa Indonesia.Maka dari itu pemerintah
membuat solusi-solusi untuk mengurangi pengangguran. Pengangguran tidak bisa
dihilangkan tetapi hanya bisa dikurangi. Mengingat keadaan ekonomi bangsa
Indonesia itu sendiri yang masih belum mapan.
Untuk mengatasi masalah pengangguran pemerintah telah membuat 5 kebijakan.
Antara lain:
1. Mengubah kebijakan politik ekonomi makro, agar merangsang pertumbuhan
ekonomi yang kemudian bisa menciptakan lapangan kerja baru.
2. Membuat kebijakan fiskal dan moneter yang juga ramah terhadap tenaga kerja.
3. Kebijakan ketiga, membangkitkan kembali kegiatan di sektor riil terutama
yang bergerak di sektor usaha kecil dan menengah (UKM).
4. Melakukan reformasi di bidang pertanahan. Selama ini tanah untuk kegiatan
produksi, lebih banyak dikuasai secara terbatas oleh kalangan terbatas pula.
5. Kebijakan kelima yang secara khusus sedang digarap Depnaker sekarang, ujar
Pasaribu, melipatgandakan usaha peningkatan tenaga kerja di lingkungan keluarga
yang berpendapatan kecil. Hal itu dilakukan melalui kerja sama dengan kelompok
pengusaha kecil dan menengah dari Jepang.
(Kompas, Sabtu 20 Februari 2000)
Pemulihan ekonomi juga merupakan alternatif utama yang dilakukan pemerintah.
Namun belum terlihat hasilnya, dikarenakan keadaan ekonomi Indonesia juga yang
terlibat hutang dengan luar negri.
Pemerintah juga mengajukan 2 kebijakan untuk mengatasi masalah pengangguran.
Yaitu kebijakan makro (umum) dan kebijakan mikro (khusus). Kebijakan makro
(umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro
ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan
nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen
Keuangan) dan lainnya. Sedangkan kebijakan Mikro dijabarkan menjadi beberapa
poin. Antara lain:
Pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa
setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak
menyadari dan mengembangkan secara optimal.
Melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil
sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini
akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun
tingkatan.
Membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur.
Menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang
menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok.
Mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah
perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang
tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan
kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang.
Mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat
disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional
sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja.
Menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu
seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya
diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled).
Segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional
(Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas
pendidikan.
Upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan
hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan
perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri
tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan
lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah
jumlah penganggur.
Mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan
pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan
Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja
yang produktif dan remuneratif.
(Suara Pembaruan Daily, 7 September 2004)
Untuk merubah masyarakat pengangguran menjadi masyarakat yang berpotensi memang
tidaklah mudah. Ada beberapa langkah untuk memecahkan masalah pengangguran ,
antara lain:
Pertama, dilihat dari sektor pendidikan, kita harus menumbuhkan budaya baca
dikalangan masyarakat. Agar masyarakat dapat lebih mengetahui betapa pentingnya
pendidikan bagi kelangsungan hidup mereka. Bisa dilakukan dengan cara melakukan
kegiatan belajar bersama dengan gratis. Itu pun harus didukung oleh
keterlibatan masyarakat.
Masih dari sektor pendidikan, untuk membantu program pemerintah dalam
mengurangi masalah pengangguran di Indonesia, perpustakaan membuat seminar
tentang ”menjadi manusia kreatif bagi generasi penerus bangsa”. Dan disebarkan
melalui iklan-iklan ke berbagai media baik media cetak maupun media elektronik
tentang seminar tersebut yang diharapkan agar pengangguran dapat teratasi.
Solusi untuk mengatasi permasalahan pengangguran tersebut bisa dilakukan dengan
cara menjadikan seseorang yang ahli dalam entrepreuneur. Karena seorang
entrepreuneur itu sangat membantu pemerintah dalam pemulihan ekonomi. Karena
mereka berperan dalam menambah produksi nasional, menciptakan kesempatan kerja,
membantu pemerintah mengurangi pengangguran, membantu pemerintah dalam pemerataan
pembangunan, menambah sumber devisa bagi pemerintah, menambah sumber pendapatan
negara dengan membayar pajak, dan membantu pemerintah dalam memakmurkan bangsa.
Wirausaha pada sektor informal seperti PKL (pedagang kaki lima), lebih mulia
dibandingkan dengan lulusan sarjana yang tidak jelas kerjanya.
Menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan mempunyai
keterampilan serta daya saing yang tinggi dalam persaingan global juga mampu
mengatasi perngangguran. Ini bisa dilakukan dengan membangun semangat dan
kekreatifan akan memulai bekerja.
Dimulai dengan mengemukakan sebuah slogan ”Cintailah produk dalam negri”.
Karena, dengan membeli produk luar negri, berarti itu sama saja telah
menciptakan pengangguran di negri sendiri. Slogan ini harus dilakukan dengan
gencar. Karena banyak dari masyarakat Indonesia umumnya kalangan menengah ke
atas merasa ”gengsi” untuk membeli produk dalam negri.
Mungkin dengan solusi-solusi tersebut, kita bisa meminimalisir adanya
pengangguran di Indonesia. Intinya, Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan
pengangguran dengan cara menanamkan pendidikan sedini mungkin, yang didukung
oleh fasilitas yang menunjang juga disertai keterlibatan masyarakat dalam
membantu menangani masalah pengangguran tersebut.
Jadi, saya disini lebih menjelaskan kepada solusi agar Indonesia bangkit dari
keterpurukan dan pengangguran. Jika saya berbicara tentang Indonesia yang
bangkit dari keterpurukan, saya masih bingung. Karena jika dlihat secara
general, Indonesia memang belum bangkit dari keterpurukan-keterpurukan yang
ada. Contohnya, ekonomi yang masih belum stabil, budaya yang lambat laun
menghilang dengan adanya peniruan budaya barat, agama yang kian lama terkikis
sehingga banyak timbulnya ”kiamat” kecil seperti pelaku pencurian, pembunuhan,
pelecehan seksual, dan lain-lain yang jika kita lihat lagi kebelakang, salah
satu penyebab semua itu terjadi adalah penganggur yang membutuhkan uang.
Social Plugin