Menurut sejarahnya, kewajaran atau doktrin kewajaran mengalami evolusi dari penerapan kosep konservatisme. Konsep tersebut berangkat dari perhatian yang berhubungan dengan masalah likuiditas dan pemberian kredit, yang umumnya dikaitkan dengan konservatisme, menuju kearah pemikiran bahwa penyajian laporan keuangan seharusnya wajar bagi semua pengguna.
Kewajaran umumnya dihubungkan dengan pengukuran dan pelaporan informasi melalui cara yang objektif dan netral. Informasi adalah wajar jika informasi tersebut objektif dan netral. Kewajaran akan lebih dapat tercapai dalam akuntansi manajerial atau akuntansi biaya dimana adanya tanda-tanda keberpihakan atau bias dapat mendistorsikan proses pengambilan keputusan yang sangat bergantung pada data akuntansi manajerial. kewajaran menjadi kriteria informasi yang dibutuhkan dalam akuntansi manajerial untuk memastikan integrasi dan akurasi dari pengambilan keputusan.
Doktrin “Benar Dan Wajar”
Menurut pemahaman umum, pandangan ini berati penyajian akun-akun, yang berdasarkan prinsi-prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan menggunakan angka-angka yang akurat. Benar memiliki artian bahwa informasi akuntasi yang dimuat dalam laporan keuangan telah dikuantifisir dan dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan peristiwa, aktivitas dan transaksi ekonomi yang dimaksudkan untuk disajikan olehnya. Wajar berarti bahwa informasi akuntansi tersebut telah di ukur dan diungkapkan dengan cara yang objektif dan tanpa prasangka apa pun terhadap kepentingan dari berbagai bagian dalam perusahaan.
Kedua difinisi diatas pada dasarnya menghubungkan ”benar dan wajar” dengan akurat dan bebas dari bias. Akan tetapi usaha yang patut dihargai ini mengurangi artian dari definisi profrsional dan legal mengenai “benar dan wajar” sebagai salah satu istilah teknis yang memiliki arti kepatuhan terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang benar. Tidak terdapat definisi yang jelas mengenai doktrin “benar dan wajar” ini, yang selanjutnya mengarah kepada munculnya interprestasi yang berbeda di antara para anggota.
Kewajaran Dalam Distribusi
Pada dasarnya, kewajaran dapat dipandang sebagai konsep moral dari keadilan yang menjadi subjek dari tiga interpretasi yang berada mengenai pemikiran keadilan distributif. Oleh sebab itu, hasil akhirnya adalah adanya kemungkinan untuk melihat dan membandingkan konsep kewajaran melalui kerangka keadilan disributif.
Perhatian atas pertanyaan-pertanyaan mengenai distribusi
Masalah pendistribusian hampir selalu diabaikan dalam pandangan konvensional atas kewajaran sebagai netralitas, dalam penyajian. Jika pertimbangan mengenai kewajaran diperkenankan untuk menjadi lebih eksplisit, bebrapa implikasi tertentu akan muncul pada studi dan praktk akuntansi. Salah satu yang paling nyata adalah akuntansi memiliki demensi moral. Konsekuensi dari aktivitas akuntansi memiliki implikasi moral sekaligus implikasi “efesiensi”. Bagi suatu profesi, menjadi lebih ilmiah bukan berarti harus meninggalkan pengambialan keputusan moral dan mengembangkan cara-cara untuk melakukannya. Kewajaran dalam akuntansi dan kewajaran dalam distribusi tumbuh dari kerangka etika yang berbeda, meskipun bersifat komplementer, asumsi-asumsi mengenai masyarakat.
Kewajaran dalam literatur akuntansi sosial menjadi masalah pendistribusian tanggung jawab sosial secara umum, dan ketanggapan sosial sebagai kemampuan dari perusahaan untuk memberikan respons atas tekanan-tekanan sosial. Jadi responsif sosial perusahaan, menjadi salah satu tanda kewajaran, berada di luar konotasi moral dan etika dari tanggung jawab sosial serta proses material. Respon untuk kewajaran meliputi identifikasi, pengukuran dan pengungkapan, apabila memungkinkan, dari biaya sosial yang diciptakan oleh aktivitas-aktivitas eknomi perusahaan, sekaligus pula respon yang memadai untuk masalah-masalah ini.
Social Plugin